Menjadi Mahasiswa Terjun Bebas Bak Sepasang Merpati

Surat Shofwan Karim dari London (1):

Menjadi Mahasiswa Terjun Bebas

Bak Sepasang Merpati


Sahabatku H. Darlis, Zaili, Hasril dan Eko. Hari Senin 26/7 kami berangkat dari Bandara Lama Internasional Kairo. Bandara ini khusus basis penerbangan Egypt Air. Penerbangan lain dari berbagai perusahan seluruh dunia terletak pada Bandara Baru. Kami berangkat ke London dengan MS 777 pukul 14.05 waktu Kairo. Kami sampai di Terminal Heathrow London seyogyanya menurut tulisan di tiket adalah pk. 17.05 waktu setempat.
 Penerbangan ditempuh 4 jam 55 menit. Akan tetapi, menurut Eddy Pratomo, SH, MA, Deputy Chief of Mission, atau wakil Duta Besar RI di London, kami terlambat. Ia telah berada di airport menjemput kami  sesuai jadwal. Tetapi pesawat kami terlambat 45 menit.
Meskipun kami sudah di London, tetapi pikiran saya masih di Kairo. Ada tiga  hal lain tentang Kairo yang akan saya ceritakan. Pertama soal suka-duka mahasiswa Indonesia umumnya dan khususnya Minang di Mesir. Kedua tentang Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah, Kairo, Mesir.
 Dan ketiga apa yang saya lihat dan pikirkan ketika kami diajak oleh Pengurus KMM mengunjungi kota Wisata Alexandria atau Iskandariyah, pantai Utara Mesir pada Ahad, 25/7 sehari sebelum ke London. Dengan demikian, apa yang menjadi agenda,  kami lakukan serta kami pikirkan di London, khususnya dan Inggris umumnya, akan saya tunda pada surat berikutnya.
            Seorang Mahasiswa menceritakan kepada saya. Dan ini dibenarkan oleh salah seorang staf di KBRI, ketika saya pamitan dan diterima oleh Kuasa Usaha At Interim S. Permadi. Seperti telah disebutkan Dubes Prof Dr. Bachtiar Aly sedang ke Indonesia. Sekarang cerita yang pertama dulu.
Kedatangan mahsiswa Indonesia belajar di Kairo melalui tiga cara. Pertama melalui testing Departemen agama RI. Dulu itu dilakukan di pusat. Sejak dua tahun terakhir sudah di IAIN yang ditunjuk di beberapa daerah, termasuk di IAIN Imam Banojol Padang.
            Ini biasanya, kalau lulus tahun ini, maka tahun depan sudah berangkat di Kairo dan langsung dapat bea-siswa dan jelas universitas yang dituju, misalnya al-Azhar. Tetapi jangan lupa pula, Universitas Al-Azhar tidak hanya ada di Kairo tetapi juga di bebrapa provinsi Mesir di luar ibukota ini.
Mahasiswa Indonesia, bahkan  dari KMM pun ada yang kuliah di luar Kairo itu. Oh, ya perlu saya jelaskan  agak detil. Bea siswa dari al-Azhar atau dari lembaga atau perorangan manapun  hanya untuk kuliah agama di beberapa universitas  dan institut di Mesir. Di luar bidang studi agama, kecil sekali kemungkinannya mendapat beasiswa tersebut.
            Model kedua adalah dengan terjun pakai “parasut”. Ini istilah itu mereka yang tidak melalui testing Depag RI, tetapi melalui upaya perorangan. Di antraranya berkat jasa alumni dari berbagai pesantren dan Madarasah Aliyah di Indonesia.
            Para senior ini menelusuri kemampuan dan minat dari adik-adik mereka. Lalu mereka yang mampu dan berminat sangat tinggi diminta mengirimkan copy ijazah, akta kelahiran dan passport yang sudah dilegalisir. Semua copyian yang telah  dilegalisir ini sampai di Kairo diurus oleh senior untuk mendapatkan pengantar khusus dari KBRI di sini. Kemudian barulah dinegosiasi ke jurusan, fakultas dan Universitas yang dituju.
Biasanya kalau berjalan lancara, maka masing-masing calon sudah kmendapat surat penermaan langsung. Dengan begitu maka calon mahasiswa  segera mengurus visa mahasiswa di Kedutaan Mesir di Jakarta. Hanya, mereka harus membiayai sendiri kedatangannya ke Mesir dengan tikt pulang-pergi yang open.
Di antara mereka ada yang langsung kuliah pada tahun itu juga. Jadi tidak perlu menunggu tahun depan. Tergantung kecepatan pengurusan dan kalender tahun akademik baru yang bakal diikuti. Bagi mereka yang beruntung, langsung bahkan dapat beasiswa. Bagi yang tidak harus rela menanggung dulu bea hidup sendiri. Biasanya keadaan itu hanya berlangsung satu semster atau paling lama satu tahun. Berikutnya beasiswa sudah tersedia.
Ketiga ada istilah terjun “bebas”. Ini berlaku untuk anak-anak muda yang nekat, berani dan siap tanggung resiko. Saya tidak akan sebutkan sumbernya. Tetapi si Fulan, misalnya, sukses melakukan itu. Sekarang dia kuliah dengan baik dan berprestasi baik dan mendapat beasiswa sama dengan yang proses normal lainnya.
Si Fulan sebut saja begitu datang ke Mesir dengan visa turis. Tinggal di hotel 2 sampai 3 hari, kemudian menghilang dan mencari tempat himpunan kekeluargaan mahasiswa yang ada di sini. Seperti telah disinggung pada surat sebelumnya, ada 16 kekeluargaan di sini. Kemudian ada lagi 4 organisasi lintas ethnis dan daerah di Indonesia. Misalnya Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah, Pimpinan Cabang Istimewa Nahdhatul Ulama, Keluarga Persatuan Islam (Persis), dan PPMI sendiri.
            Semua kekeluargaan mahasiswa dan organisasi  itu mempunyai sekretariat dan tempat berkumpul resmi. Sekitar seribuan orang warga Inndonesia non-mahasiswa yang sudah bermukim lama dengan berbagai profesi di sini, juga tempat berlindung sementara mereka. Belakangan setelah diproses, seperti yang terjun “parasut” tadi, mereka akan menjadi mahasiswa legal.
            Bea-siswa yang mereka adalah sama akhirnya. Baik yang resmi, baik yang “parasut” maupun terjun bebas tanpa parasut. Jumlahnya untuk yang tinggal di asrama adalah 90 (sembilan puluh) pounds Mesir. Untuk yang non-asrama162(seratus enam puluh dua) pounds Mesir. Kira-kira setara dengan 27 dan 15 dollar AS . Atau kalau dirupiahkan langsung dari pounds Mesir setara 1500 rupiah, jadinya antara 243 ribu dan 135 ribu rupiah.
            Untuk yang tinggal di asrama, mereka semua difasilitasi gratis termasuk makan siang. Untuk mereka yang tinggal di luar, tentu saja bersama-sama kos dengan beberapa teman di satu kamar tentu agak mengencangkan ikat pinggang. Tetapi, sekedar bertahan untuk hidup, masih bisa. Karena beras satu kilo hanya 1 pound atau seribu lima ratus rupiah. Bandingkan lain, satu jam pakai internet 1 pound atau juga 1500 rupiah.
            Bagi yang campin dan cekatan, dan ini umumnya mereka yang terjun bebas, banyak hal bisa dilakukan untuk tambah belanja. Suka duka mereka bervariasi. Ada yang menjadi pembantu di toko. Ada yang jadi sopir dan ada yang menjadi penjaga dan pelayan warung internet. Apalagi sejak  akhir Juni sampai September nanti mereka libur panjang musim panas. Yang paling enteng kerjanya adalah menjadi perantara untuk bermacam keperluan orang . Sejak dari tiket pesawat sampai ke alat alat elektonik hingga  keperluan rumah tangga . Modalnya hanysa satu : telepon genggam atau HP.

            Kalau ingin lebih hemat  dan banyak suka rianya, adalagi. Dan ini juga berlaku bagi mereka yang suka suka nekat dalam bentuk lain. Mulai kuliah, langsung cari pasangan dan menikah. Tinggal bersama dan biya digabung berdua dan masak sendiri pula lagi. Bahkan tak jarang, yang nekat begini lebih tinggi prestasinya . Mungkin karena lebih konsentarasi dan bahagia. Kami bertemu dengan satu pasangan mahasiswa-mahasiswi seperti ini. Mereka tampak cerah. Bak sepasang merpati yang terbang  dan pulang ke rumahnya yang damai dan belajar berdua-dua.***.  

Comments

Popular posts from this blog

Islam di Minangkabau

Otonomi dan Perjuangan Pribumi Indian di Amerika