Persahabatan yang Tulus
Lunch dg Pak Dr Eddy & Bu Atiek Pratomo, Geneva, Swiss. (Foto: Putri Bulqish Shofwan) |
Surat Shofwan Karim dari London (4)
Persahabatan yang
Tulus
Sahabatku H. Darlis, Zaili, Hasril dan Eko yang baik. Di luar soal
makan, tempat tinggallah yang paling pokok. Pengalaman saya dan keluarga, wisma
Indonesia adalah pilihan paling tepat. Hanya kita harus pesan jauh-jauh hari. Karena pada waktu tertentu
bisa ada yang lebih duluan dari kita. Hanya
Wisma Siswa Merdeka atau Caraka
saja yang bisa dipesan seperti itu. Wisma Nusantara dan Wisma 17 rumah
Wakil Duta Besar, hanya untuk tamu Dubes dan Wakil Dubes.
Bagi yang menginap di Wisma
Siswa Merdeka atau Nusantara tadi,
dipungut iyuran kebersihan sekaligus sarapan pagi. Pada Oktober tahun 1994 dan September 1996 saya dan keluarga menginap di Wisma
Siswa Merdeka. Tahun 1994 saya dan isteri berkunjung ke Inggris setelah
mengikuti Konfrensi Dunia tentang Agama
dan Perdamaian di Roma dan Riva del Garda, Italy.
Pada tahun 1996, sebelum konferensi Asosiasi Konstitusi dan Parlemen
sedunia, kami mampir pula ke Inggris. Bersama Putri Bulqish, anak saya yang
waktu itu peserta termuda dari Diniyah Putri Padang Panjang , untuk kedua kali
kami mampir ke Inggris, sebelum ke Barcelona, Spanyol tempat konferensi.
Tahun 1994 dan 1996, iyuran kebersihan seperti Mess Pemda Sumbar
Matraman Raya Jakarta itu adalah #11 dan
# 15. Tahun ini kabarnya di Siswa Merdeka #15 dan Caraka # 17. Tentu hitungannya per-hari. Namun kalau
dihitung-hitung, ya, untuk tahun ini dengan rupiah antara 250 samapai 290 ribu.
Jadi tetap saja berbeda dengan Mess Pemda Sumbar yang hanya 20 sampai 30 ribu
rupiah, seingat saya.
Di luar itu, alhamdulillah kami
menjadi tamu dan diundang khusus oleh sahabat lama Pak Eddy Pratomo. Kebetulan beliau sekarang baru 3 bulan
menjabat DCM atau Wakil Duta Besar RI di Inggris. Tentu saja kami tinggal di kediaman
resmi beliau sekeluarga, dari 26 Juli sampai 3 Agustus ini. Persahabatan dengan Pak Eddy, sebenarnya dimulai bersama
Uda Yonda Djabar, Pemimpin Umum Harian Singgalang.
Tatkala keluar dari ruang kedatangan
di Heathrow Airport, London, pertanyaan pertama Pak Eddy adalah tentang
Uda Yonda. Saya katakan calon anggota DPRD Provinsi Sumbar 2004-2009 itu amat sibuk. Jadi belum ada waktu ke
London. Padahal, kalau Pak Eddy dan keluarga ke Padang, beliau selalu menginap
di rumah Uda Yonda., saya dan keluarga tiga dan empat hari berbasis kediaman
Pak Eddy mengeksplorasi seantero Swiss ke batas-batas negeri Italy, Prancis dan
Jerman.
Sianghari
pergi, malam hari pulang ke
rumahnya. Waktu itu sebenarnya Da Yon serta Kak Mimi dengan beberapa teman lain
sudah di perbatasan Swiss dan Perancis. Tetapi
jadwalnya tidak ada ke Jenewa dan jarak ke situ
sekitar 500 kilometer. Lebih dari itu, pada 1996 itu, Ibu Atik, isteri
Pak Eddy sedang hamil tua. Bahkan, tanggal 21 September 1996 itu, Pak Eddy tak
bisa mengantar kami ke stasiun kereta keberangkatan kami ke Brussels. Karena
menemani isterinya yang melahirkan pagi Sabtu itu. Anak itulah sekarang yang
bernama Dior Anugrah Prakasa yang selama sembilan hari ini menjadi teman Adam
Putra di Inggris ini bersama kami. Dior artinya di Eropa, tempat
kelahirannya. Jadi secara fisik, saya
lebih banyak memanfaatkan persahabatan ini.
Saya dan Da Yonda mengenal dan
berteman dengan Pak Eddy September-Oktober 1998. Waktu itu kami menjadi utusan
KNPI ke Sidang Umum PBB yang setiap tahun digelar dari September sampai November. Dari sekian banyak agenda, salah satu
adalah mengenai pemuda dunia. Kami waktu itu menjadi pengurus KNPI Sumbar di
bawah Ketuanya Uda Sutan Muhammad Taufiq Thaib, SH , Pewaris Kerajaan
Pagaruyung.
Waktu itu setiap tahun KNPI mengirim utusan ke PBB
dari pusat dan daerah-daerah yang
dipergilirkan. Untuk Sumbar seingat saya hanya
almarhum H. Marizal Umar (Da Cai) dan kami yang mengisi jatah itu. Da
Cai tahun 1984. Waktu itu saya tahu karena setelah Da Cai pulang ke Indonesia
sayalah yang menggantikannya. Waktu itu saya menjadi koordinator negara
Pertukaran Pemuda Dunia. Setelah sidang saya kembali ke pos saya di Toronto,
Kanada.
Pada
Eddy yang mengatur program kami di New York pada tahun 1998 tadi. Sementara
yang mengatur program saya tahun 1984 adalah Theo Waimury. Sejak tahun 1998 itu
sampai sekarang persahabatan selalu terpelihara dengan baik . Pak Edy dan keluarag sudah dua kali ke Padang, 1997 dan
2004, beberapa bulan lalu sebelum bertugas di London .
Eddy Pratomo adalah salah satu di
antara petinggi selevel Dubes di antara
sekitar 120 perwakilan Indonesia di dunia. Bapak kelahiran 5 Oktober
1953 itu adalah suami dari Ibu Atik. Keduanya
berasal dari Kendal Jawa Tengah. Alumni S1 di Fakultas Hukum dan
Pertanian Universitas 17 Agustus Jakarta
dan Undip Semarang itu, kini
mempunyai 2 putri dan satu putra.
Ketiga mereka akan kuliah dan sekolah di London, mulai September ini. Dewi dan
Dona akan masuk S2 dan S1 di sini.
Dior pindah sekolah kelas 3 SD-nya
di sini.
Pak Eddy, sebelum masuk di Deplu
adalah tamatan PGA 4 tahun di Kampungnya dan Pendidikan Hakim Islam Negeri
(PHIN) Yogyakarta. Waktu di PHIN itu, pernah menjadi adik seasrama dengan Amien Rais (Prof. Dr.) di
Madrasah Menengah Tinggi (MMT) di kota Gudeg itu. Setelah masuk di Deplu dengan
ijazah sarjana hukumnya tadi, sambil berkarir menjalankan tugas diplomatnya,
menyelesaikan S2 di salah satu universitas di New York. Kemudian tahun 1998 summer course tentang HAM di Oxford
University bersama utusan berbagai
negara di dunia.
Seingat
Pak Eddy masih ada Dubes yang berasal dari Minang sekarang ini. Di antaranya Rislan Jeni, Dubes Kepala Perwakilan Tetap RI di PBB, New
York. Lalu Alwis Awizar Murad, Dubes RI untuk Ethiopia dan Abdul Nasir di Afrika
Selatan. Dua yang terakhir ini akan habis masa jabtannya tahun depan. Ini
sekaligus meralat tulisan saya
sebelumnya yang tidak tahu apakah ada Dubes dari Minang sekarang ini. Tentang
Dubes Alwis Awizar Murad, kembali saya ingat sudah pernah ditulis oleh sahabat
H. Darlis ketika kunjungannya ke negeri Kaisar Haile Salasih itu beberapa bulan
lalu.
Mereka semuanya adalah para diplomat yang memiliki persahabatan yang tulus. Di antaranya kami merasakan betul bagaimana ketulusan persahabatan
Pak Eddy, isteri dan anak-anaknya. Surat
berikut, menyusul ***
Comments