Kenangan Salat di Masjid Niujie, Beijing, Tiongkok




Kenangan Salat di  Masjid Niujie, Beijing, Tiongkok

Oleh Shofwan Karim







Ini kali kedua saya ke Beijing setelah September 1995. Waktu itu kami ke luar negeri dalam rangka mengadakan kunjungan kerja DPRD Provinsi Sumbar periode 1992-1997. Setelah kunjungan kerja ke Malaysia dan Singapura kami dapat mengatur perjalanan pilihan. Ada yang ke Bangkok dan ada yang ke China. Untuk yang ke China, kami dapat mengatur kunjungan ke Beijing, Hongkong dan Macau.

Untuk kunjungan yang kedua ini adalah bulan Desember 2015. Kali ini saya dan isteri pada mulanya mendapat kesempatan sebagai mantan Komisaris Semen Padang yang bertugas sejak Oktober 2005 sampai dengan April 2015. Jadi ada kunjungan yang tertunda dan dilaksanakan pada kali ini. Dan kunjungan kali ini sebenarnya hanya ke Shanghai, Suchou dan Hangchou. Lalu rombongan kembali ke Jakarta.

Sementara saya dan isteri karena ada teman yang menawarkan teruskan ke Beijing, maka kami dengan bantuannya, naik kereta api cepat dari Shanghai ke Beijing yang berjarak 1500 km itu dengan menempuh perjalanan 5 jam. Kereta api cepat itu berlari kencang 300 km perjam.




Selain objek lain seperti Tembok Besar China 70 km di luar Beijing, kami sengaja berkunjung ke Masjid yang dianggap tertua di China ini. Masjid Niujie adalah sebuah masjid bersejarah yang terletak di Beijing, Republik Rakyat Tiongkok. Masjid yang telah mengalami perbaikan   berulang-ulang dan perluasan beberapa kali ini merupakan pusat komunitas Muslim Beijing yang jumlahnya mencapai 200 ribu jiwa. Arsitekturnya memperlihatkan campuran desain khas Tiongkok-Islam. Masjid terbesar di Beijing ini juga menjadi titik awal masuknya Islam di daratan Tionkok.

Masjid Niujie dibangun pada 996 pada masa Dinasti Liao (916-1125), terletak di Niujie. Niujie adalah sebuah jalan di beijing. Niujie artinya jalan sapi di Distrik Xuanwu, Beijing .   Masjid i  ni merupakan bangunan tempt kaum muslimin beribadah yang tertua dan terbesar di Beijing.

Pada tahun 1215 dihancurkan oleh tentara Mongol, kemudian dibangun kembali pada tahun 1443 periode Dinasti Ming dan secara signifikan diperluas pada 1696 pada zaman Dinsti Qing.. Sejak zaman Dinasti Qing, pasar di sekitarnya terkenal untuk perdagangan daging sapi dan daging kambing hingga saat ini. 

Nama masjid sebenarnya adalah Lǐbàisì, yang diberikan oleh Kaisar Chenghua pada tahun 1474, karena terletak di Jalan Sapi (Niu berarti sapi dan Jie berarti jalan), masjid ini disebut Masjid Niujie sampai sekarang.

Masjid telah mengalami tiga renovasi sejak berdirinya Republik Rakyat Tiongkok pada tahun 1949, masing-masing pada tahun 1955, 1979 dan 1996.

Niujie adalah wilayah padat berpopulasi 13.000 warga Muslim yang membentang dari utara ke selatan, sekitar satu mil di sebelah barat Kuil Surga Kawasan ini dipenuhi oleh toko-toko dan restoran yang menjual masakan Muslim. Ditandai  oleh penjualnya yang mengenakan peci putih.





Menara untuk Azan


Kalimat Tauhid salah satu kaligrafi di menara masjid. Masjid Niujie memilik arsitektur bangunan tradisional Tiongkok dan Arab. Luas keseluruhan komplek masjid mencapai 6000 m². Beberapa komponen bangunannya antara lain ruangan ibadah,  menara azan (bangge lou), menara pengamat bulan yang berbentuk heksagonal, serta dua buahpaviloiun tempat ukiran prasasti.


Gerbang masuk berhadapan dengan tembok besar bertumpuan marmer berwarna putih yang panjangnya sekitar 40 meter. Menara pengamat bulan yang terletak di dalam komplek berarsitektar heksaginal dan bertingkat dua. Menara ini tingginya 10 meter, digunakan untuk mengetahui posisi bulan guna menentukan kalender Islam contohnya waktu masuk bulan puasa Ramadhan . 



Masjid Niujie dibangun dengan arsitektur kayu menyimpan beberapa prasasti bersejarah.[
Di sebelah menara terdapat ruangan ibadah, aula utama masjid yang memiliki luas 600 m² itu. Ruangan ini hanya terbuka bagi Muslim  dan berkapasitas untuk 1000 jamaah. Ruangan ibadah menghadap kiblat dan halamannya berada di sebelah timur.


Interior bangunan didekorasi khas Tiongkok dan sentuhan desain Arab.  Arsitektur aha Qing jelas terlihat pada desain aula utama ini. Langit-langit di depan aula didekorasi dengan panel persegi, yang pada tiap sudutnya dilukis dengan desain lingkaran berwarna merah, kuning, hijau dan biru.[

Pola dekorasi ini serupa dengan pola yang digambar di aula utama di Forbidden City, Istana terlarang. Kaligrafi ayat-ayat al-Qurandalam aksara Arab dan Tiongkok lukisan bunga, serta hiasan kaca berwarna menghiasi ruangan ini.[ Ruangan ini hanya dapat menampung 1000 jamaah dan terdiri atas 3 buah koridor  yang lapang. Terdapat pula 21 buah tiang yang menyangga bagian dalam bangunan. Ruangan ibadah ini dinamakan juga dengan nama Aula Tungku

 Di belakang ruangan terdapat paviliun heksagonal (segi enam) yang membuat aula utama tampak seperti tungku, oleh karena itu dinamakan demikian. Di luar bangunan utama, terdapat dua buah paviliun yang pada salah satunya terdapat prasasti batu yang menuliskan tentang sejarah masjid.

Prasasti batu tersebut merekam pernyataan Kaisar Kangxidari Dinasti Qing setelah dilaksanakannya renovasi besar tahun 1696.[ Prasasti tersebut menuliskan tentang tanggal pembangunan masjid serta tanggal renovasi dan penambahan bangunan di setiap periode sejak Dinasti Liao (907-1125).  Restorasi masjid pada masa pemerintahan Kangxi akhirnya menjadikan bentuknya yang dipengaruhi arsitektur Qing yang juga terlihat pada bangunan-bangunan utama yang didesain pada masa itu.

Di bagian selatan komplek terdapat hutan cemara dan 2 buah maqam bertuliskan aksara Arab milik 2 orang Imam asal Persia yang berdakwah di sini, yakni makam Ahmad Burdani (dengan angka tahun 1320) dan Ali (tahun 1283). Tulisan di makam tersebut sangat penting dalam memaparkan tentang sejarah Islam di Tiongkok. 
Bersama Aisyah, Muslimah Tiongkok


Menara Azan (minaret) memiliki 2 tingkat dan terletak di tengah-tengah halaman. Pada awalnya menara ini dibangun untuk menyimpan teks tulisan. Pada masa berikutnya mulai digunakan sebagai menara adzan. Saat wagt salat tiba,  muazzin  akan naik ke menara dan mengumandangkan Azan  untuk memanggil orang-orang untuk beribadah.  Selain itu, komplek masjid juga memiliki perpustakaan yang menyimpan teks Al-Quran dan pernah dijadikan sebagai tempat percetakan Di sebelah selatan halaman masjid terdapat tempat mengambil air wudhu’ untuk pria dan wanita. 

Pada bagian lain dari arena kawasan Masjid ini kami melihat juga ada ruangan kelas untuk belajar dan rungan lain yang mungkin sebagai tempat diskusi. Ada toilet yang terpisah antara laki-laki dan perempuan yang berbeda dengan tempat wudhu dan agak jauh dari banguan ruangan salat.

Kami melihat gerbang dengan arsitek Tiongkok yang agaknya selalu tertutup dan mungkin hanya digunakan untuk waktu khusus. Pada waktu umum seperti kami masuk tadi adalah dari arah pintu yang lain. Di situ ada penjaga dengan ruangan khusus dan di dinding luar tepajang daftar waktu shalat. 

Berseberangan dengan itu adalah toko souvenir. Kami rempat salat zuhur jamak dengan asar serta agak lama duduk di depan mihrab sambil berdoa kemudian menikmati kesejukan dan keheningan. Tak lama datang beberapa orang yang ternyata juga wisatawan muslim dari negeri Tiongkok sendiri. Mereka dari provinsi lain perbatasan China dengan beberapa negara tetangga sebelah Barat dan Utara. Mereka bersama-sama kami akhirnya menikmati luasnya arena Masjid ini. 

Selain Masjid Niujie ada banyak Masjid lagi di Beijing dengan nama yang bermacam-macam .
Masjid Bukui, Masjid Dalian, Masjid Fuzhou, Masjid Raya Xi’an, Masjid Huaisheng, Masjid Id Kah, Masjid Raya Selatan Jinan, dan banyak lagi yang lain. ***  



  

Comments

Popular posts from this blog

Islam di Minangkabau

Otonomi dan Perjuangan Pribumi Indian di Amerika

Sufyarma Sahabat Abadi: Ligat, Liek, Tegas dan Santun