Ke Desa Seorang Muallaf di Machen, South Wales
Surat Shofwan
Karim dari London (5)
Ke Desa Seorang Muallaf di Machen,
South Wales
Sahabatku H.
Darlis, Zaili, Hasril dan Eko yang baik. Kalau kami naik Bus National Express
dari London ke Desa Machen, South Wales akan menghabiskan waktu lebih kurang
tiga jam. Bersama staff KBRI dengan mobil sendiri kami lebih cepat sampai ke
wilayah tujuan. Namun untuk mencapai desa dan alamat rumah, kami agak lama.
Berputar-putar mengikuti peta yang ada di tangan Pak Heru, sekretaris pribadi
Wakil Dubes. Pak Gede, yang mengemudi turun naik mobil menanyakan alamat yang
dimaksud.
Hari
itu Kamis, 29/7. Kami terpaksa mengatur jadwal ketat. Karena pukul 15.00 sore
sudah ada pula pertemuan dengan Dr. Hassan Abedin, Development Officer, Oxford
Centre for Islamic Studies. Untungnya, Oxford agak ke pertengahan kalau diukur
dari London ke South Wales. Tetapi
dengan highway yang lain. Jadi kembali dari Machen, kami akan cabut ke
Oxford. Diperkirakan dari Machen ke
Oxford dua jam.
Pukul
12.50 kami sampai di rumah ayah dan ibu Tara di pinggiran kaki bukit. Ian dan Tania, ayah dan ibu Tara sudah menunggu
di pintu. Sementara Tasha, adik Tara minta maaf melaui ayah dan ibunya tak bisa
menunggu karena bekerja. Sebenarnya ayah dan ibu itu juga sedang bekerja.
Tetapi sesuai permintaan kami, karena kesulitan mengatur waktu, mereka terpaksa
minta izin meninggalkan kerjaannya. Ian bekerja sebagai konsultan bimbingan dan
penyuluhan di sebuah Penjara di Newfort. Tania adalah seorang perawat di
Puskesmas setempat.
Oh, ya. Siapa
Tara yang saya sebut-sebut ini. Tara (31 th.) adalah
seorang wanita muda yang kini menjadi instruktur Bahasa Inggris di sebuah
kursus di Padang. Adam adalah salah seorang muridnya . Ketika kami akan
berangkat dan minta izin Adam tidak
amsuk kursus selama perjalanan, kami minta pendapatnya. Mungkinkah kami mengunjungi kedua orang tuanya.Tara menelepon
ayah ibunya, meminta persetujuan. Mereka amat girang mendengar hal itu dan
menyatakan akan menyambut dengan suka citanya.
Tara dulunya
adalah juga perawat seperti ibunya. Namun, perjalanan hidup membuat cerita
tersendiri bagi dirinya. Lebih kurang 4 tahun lalu, wanita muda itu berlibur
panjang ke Indonesia. Pada suatu waktu, beliau menghabiskan waktu liburnya itu
di Medan. Ia senang melakukan wisata petualangan ke hutan, suaka alam dan cagar
alam di beberapa tempat di Sumatra .
Di situlah kisah ini bermula. Muhammad
Saleh, anak salah satu Pimpinan Ranting
Muhammadiyah di Binjai, Medan berprofesi sebagai pemandu wisata. Pria muda ini
melekat di hatinya. Perasaan itu tenyata tak bertepuk sebelah
tangan. Singkat cerita, love story ini berlanjut ke pelaminan. Tentu saja sebagai yang baru kenal, saya
tidak menelusuri lebih lanjut mengapa ia rela meninggalkan agamanya yang lama
dan memeluk Islam. Apakah semata-mata sekedar memenuhi persyaratan yang diminta
keluarga Saleh. Atau memang dari hari
sanubari. Malu saya menanyakan hal itu terlalu jauh. Tetapi yang jelas
dia bersama Saleh melaksanakan ibadah wajib shalat dan puasa wajib.
Cinta
mereka kini telah membuahkan seorang putra yang mereka beri nama Malik . Malik
usia 3 tahun itu sedang lincah-lincahnya. Tentu saja anak Balita ini berbicara
dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris. Setiap merayakan ulang tahunnya, Kakek
dan Nenek Malik datang. Baik yang di Medan maupun yang di Machen. Tahun ini pun
Ian dan Tania akan ke ulang tahun cucunya di Padang berlibur pada September
atau Oktober ini.
Sebelum
makan siang yang amat singkat, Imnati
dan Adam mengelilingi rumah dan naik ke lantai atas. Di situ sudah disiapkan
dua kamar untuk kami. Ia menyangka Putri Bulqish ikut. Kami lupa bahwa Uqish
tak bisa datang karena ada kegiatan di Singapura dan Kualalumpur. Lebih dari
itu, kami menyatakan terimakasih banyak atas kesediaan menerima dan tawaran
tinggal bermalam di rumahnya. Twaranitu terpaksa tak dapat kami penuhi. Seperti
yang telah kami sms-kan sebelumnya ke mereka,
kami harus buru-buru ke Oxpord. Sudah ada agenda yang tak bisa ditunda
di sana.
Secara amat
singkat, saya berbincang dengan Ian. Penjara tempatnya bekerja sekarang dihuni
dua ratus lima puluh orang pelanggar hukum. Terbanyak adalah pelanggaran
penyalah gunaan obat terlarang, pemabuk, dan narkotika. Kemudian pelanggaran
susila berat seperti pemerkosaan dan penganiayaan lawan jenis, wanita dan anak.
Kriminal lain adalah prampokan dan pencolengan, tetapi yang terakhir ini
kasusnya sedikit sekali. Apalagi pembunuhan amat sedikit, kalaulah dikatakan
tidak ada.
Sebagai konsultan psikologi, Ian melakukan treatment dan rehabilitasi kejiwaan
kepada mereka. Apalagi, menurut pria setengah baya ini, pemicu atau driver, dari semua tindakan abnormal itu
berasal dari alkohol dan narkoba. Mereka yang menganggur, lari kepada alkohol
dan Narkoba. Mereka yang kaya juga ingin bersenang-senang dengan menggunakan
alkohol dan Narkoba. Harga jenis keduanya dapat dibeli dengan mudah dan harga
murah, kata Ian. Jadi dapat dijangkau oleh mereka yang berpendapatan rendah apalagi bagi yang kaya.
Selain Ian
sebagai konsultan jiwa, di Penjara ini
juga memiliki pembimbing rohani dan spiritual dari berbagai agama. Karena penghuni penjara ini terdiri dari
mereka yang multi agama. Bahkan sekali sebulan ada pelayanan rohani dan
spiritual dari Islam. Di penjara itu sekarang ada delapan orang yang muslim.
Jadi mereka dibimbing secara Islam oleh seorang ulama . Kata Ian pembimbing
Islam itu rasanya dari Timur Tengah. ***
Ian dan Tania dua dari kanan,
bersama Dior, Imnati dan Adam di depan rumah ibu-ayah Tara di Desa Machen,
Newfort, South Wales. (Photo: SK)
Comments