Kepariwisataan Nanjing yang Menjual (5)
Catatan perjalan dari China (5):
Kepariwisataan Nanjing yang Menjual
Oleh Shofwan Karim
Ada
bermacam kategori kunjungan ke suatu Negara. Mulai dari kunjungan sosial
budaya, kunjungan bisnis, kunjungan poliitik, pemerintahan, kenegaraan,
kunjungan keluarga, kunjungan ilmiah, kunjungan jurnalistik, konferensi, seminar, simpoisum, studi dan
kunjungan wisata. Walaupun kunjungan wisata (tourism) disebutkan satu
kategori, namun di dalam praktiknya semua kategori kunjungan tadi mengandung
makna kepariwisataan.
Setiap
pebisnis, setiap pejabat, setiap ilmuwan, setiap budayawan atau siapa pun yang
berkunjung untuk kepentingan apa saja ke suatu negeri selalu ingin menyempatkan
diri melihat keunikan, cagar budaya, tempat bersejarah, atraksi budaya, museum,
perpustakaan, shoping centre, restoran, taman, universitas, tempat
ibadah, dan seterusnya. Semuanya itu pada dasarnya merupakan wujud nyata kepariwisataan. Pokoknya substansi
dasarnya adalah setiap perjalanan ke suatu tempat dan peristiwa yang memberi kesentosaan,
kebahagiaan dan kenyamanan, bolehlah disebut peristiwa wisata.
Tentu
saja ada kelebihan dan kekurangan setiap negara, provinsi atau kota dalam
mengelola industri wisata yang tidak pernah kehilangan pasarnya. Krisis
ekononomi dan keuangan global yang tengah berjalan ini, tampak belum banyak pengaruhnya kepada
penurunan angka kunjungam wisata ke berbagai tempat di berbagai belahan dunia.
Hal itu bisa saja terjadi karena setiap
wisatawan sudah merencanakan jauh hari dengan bujet yang sudah disiapkan pula.
Bahkan tiket perjalanan dari satu titik ke titik lain, akomodasi hotel, visa kunjungan dan lainnya,
sudah jauh hari dipesan dan dipastikan. Sulitnya lagi, meski tiba-tiba datang
krisis, seperti sekarang ini, maka biaya (seperti biaya tiket penerbangan) yang
sudah dibayar tidak bisa diambil lagi.
Setiap pengunjung atau wisatawan tentu tidak
selalu dapat memenuhi semua hasratnya karena keterbatasan dana, waktu dan
tenaga. Apa yang penulis alami bersama isteri di Nanjing salah satu di
antaranya, adalah mustahil untuk merasa puas dalam segala hal. Yang penting atas kelebihan dan kekurangan
Nanjing, kami merasa bahagia. Kalau ada kekuarangan, tentu saja tidak
mengurangi hasrat untuk berkunjung ke berbagai negeri di bermacam sudut dunia.
Kelebihan
Nanjing adalah sistem teransportasi kota.
Dari satu bagian ke wilayah lain
dapat dicapai dengan taksi, bus kota dan metro atau kereta bawah tanah. Untuk
taksi kecuali yang mangkal di hotel, semuanya adalah taksi resmi dengan argo
meter yang dapat diminta kwitansi pembayarannya termasuk slip bayaran highway
atau tall bebas hambatan yang membentang dari utara ke selatan dan dari
barat ke timur.
Naik
bus cukup nyaman, semua beralat pendingin (AC) dan seperti bus di berbagai kota
Eropa dan Amerika, bagi yang berlangganan tinggal menggesek kartu bermagnit
atau membayar ke kotak pintu masuk sebesar 2 Yuan. Harga 2 Yuan (1 Yuan
kira-kira setara dengan Rp. 1500) berlaku pula untuk ke mana-mana dari satu
stasiun ke stasiun lain kereta bawah tanah atau metro. Untuk kualitas pisik bus dan shelter (halte) turun naik,
kalah bagus dari transportasi busway di Jakarta.
Metro
atau kereta bawah tanah di Nanjing yang mulai operasi sejak 2005 terutama untuk
menyambut iven Olimpic lalu teridiri atas line 1 dan 2 yang membujur dari utara
ke selatan dan dari barat ke timur. Lumayan memadai. tentu tidak sebersih,
seindah dan sebagus MRT di Singapura dan metro di Hongkong dan Tokyo. Kira-kira
sama dengan kereta bawah tanah yang juga
disebut Tube di London, Inggris dan Subway di Tororonto, Kanada atau New York
City, Amerika. Yang agak
mencengangkan penulis adalah pengaturan dan pemeliharaan toilet atau WC. Memang tidak
semua tempat bersih. Tetapi di tempat-tempat wisata seperti pusat sejarah,
taman dan gedung pelayanan publik cukup baik dan bersih yang selalu dijaga dan
dibersihkan oleh petugas berbaju seragam. Mungkin kunjungan beberapa pejabat
eksekutif dan legislative Indonesia keluar negeri dapat mengambil pelajaran
untuk kebijakan soal sepele tetapi amat penting ini. Di negeri kita, jarang
sekali objek wisata yang memiliki fasilitas WC yang memadai.
Selain
itu, cara pemerintah kota Nanjing, departemen pariwisata memelihara dan memoles
serta memberi makna terhadap pusat wisata atau point of interest-nya sudah hampir menyamai heritage dan pusat-pusat
wisata di Negara maju lainnya. Pada dasarnya dunia wisata di sini dibagi kepada
Cultural tour Line dan Leisure Paradise, serta Shopping
Paradise. Yang pertama tadi dibagi
kepada 10 objek dengan sekitar 200 titik penting “point of interest”, mulai
dari tempat bersejarah masa lalu, pusat-pusat Dinasti Ming, Dinasti Tang, Bangunan
Kuomintang, Klenteng Konghucu, pusat-pusat pendidikan dan ilmu pengetahuan,
taman-taman, danau dan sungai. Untuk yang kedua, bernuansa pusat keramaian
dan hiburan serta aktrasi budaya dan pertunjungan ada 13 objek dengan sekitar
250 titik kegiatan, suasana dan tontonan. Dan ketiga tentulah hal-hal
yang berbau dunia belanja dan pusat bisnis, perdagangan, pameran, etalese
industri visualiasi produksi. Ini mempunyai 12 objek dengan sekitar 200-an
titik minat pula. Di sini ada pusat belanja terbesar beberapa puluh buah. Ada museum sutra dan proses pembuatannya yang
menjadi kebanggaan China sejak 3000 (tiga ribu) tahun lalu. Pusat jajan dengan
produk makan minuman seperti ratusan jenis minuman the, makanan dan restoran
yang amat kaya dan bervariasi.
Eksplorasi
sejarah untuk wisata cukup menarik pula. Tokoh-tokoh China masa lalu seperti,
DR. Sun Yat-sen, dibuatkan Musoleumnya.
Tempat itu dikemas sedemikian rupa sehingga mengingatkan pengunjung akan
peranan yang amat besar tokoh ini bagi China Nasionalis. Ini mengingatkan
penulis akan Arche de Triump gerbang kemenangan Charles D’Gaull di persimpangan
12 Champ de Lyse, tengah kota Paris. Untuk Jenderal Chiang Kai-sek dan
tokoh-tokoh lainnya dibuatkan diorama dan animasi serta imitasinya seperti yang
dibuat Inggris di London dengan Madame Tueso-nya.
Sebenarnya
kita bisa pula membuat hal yang sama tapi tidak serupa dengan Nanjing, Paris
atau London. Misalnya kerajaan Minangkabau di Pagaruyung dengan segala kejayaan
masa lalunya baik heritage artifak benda bersejarah atau sejarah dan
kisah masa lau yang panjang itu untuk repleksikan
pula sekarang. Yang lain dan sederhana misalnya, pantai Air Manis dengan Batu Malinkundang
yang sekarang perlu dirawat dan dibuat diorama serta visualisasinya. Yang agak
nyata misalnya Benteng “lubang” Jepang di Bukittinggi, dipoles lagi dengan
kisah dan asesori yang memberi inspirasi dan ingatan masa lalu. Belum lagi Koto
Gadang dengan kerajinan perak, Pandai Sikek dengan kerajinan songket,
Silungkang, Kurai Taji atau Sulaman Apek Angkek. Baruak Pariaman diatraksikan
atau bagaimana membuat “karupuak sanjai” di visualiasikan dan praktikkan. Memang ada bagian-bagian yang hanya mitos atau mungkin dunia khayalan Tetapi para turis atau wisatawa sudah merasa terbang ke masa lalu
yang jauh sehingga memanggil imajinasinya yang bermakna. Pertanyaannya, maukah
kita ?***
Comments