Islam di Minangkabau dan Beberapa Isyu Aktual [1]
Oleh Shofwan Karim[2]

I. Introduksi
Wilayah kultural Minangkabau yang meliputi wilayah Administrasi Pemerintahan Sumatra Barat adalah Provinsi di sebelah Barat bagian tengah Sumatera. Provinsi ini berbatasan dengan sebelah Selatan dengan Provinsi Bengkulu, sebelah Barat dengan lautan Hindia, sebelah Utara dengan Provinsi Sumatra Utara dan sebelah Timur dengan Provinsi Riau dan Jambi. Penduduknya sekarang 4,5 juta orang.
Mata pencaharian pokok atau ekonomi berdasarkan perdagangan, small business, usaha kecil dan menengah, pertanian, perkebunan, dan pariwisata. Budaya Minangkabau yang berintikan Adat Minangkabau menganut sistem kekerabatan menurut garis keturunan ibu atau matrilinial line. Kehidupan sosial dan keluarga diatur di dalam tatanan kesukuan yang berdasarkan dua kelarasan utama : Bodi Caniago dan Koto Piliang yang kemudian masing-masing kelarasan itu berkembang ke dalam berbagai suku.
Setelah Islam masuk beberapa abad lalu, agama yang dipegang teguh masyarakat Minangkabau adalah Islam di samping memegang teguh adat. Dengan begitu Islam dan adat menyatu dalam kehidupan sehari-hari. Maka lahirlah adagium Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Perpaduan keduanya melahirkan harmoni sosial di bawah sistem kepemimpinan tigo tunggu sajarangan: Ninik–Mamak, Alim-Ulama dan Cerdik-Pandai serta tigo tali sapilin: Adat, Syara’ dan Undang.
Di dalam menjalankan tatanan kehidupan sosial budaya, politik, pemerintahan, ekonomi dan keagamaan, masyarakat Minangkabau senantiasa mendasarkan keputusan dan membuat kebijakan melalui musyawarah dan mufakat. Bulek aie ka pambuluah, bulek kato dek mufakaik. Kok bulek dapek digiliangkan kok picak dapek dilayangkan. Intinya adalah setiap gerak kehidupan bersama mestilah dimusyawarahkan untuk diperiakan dan dipertidakkan atau dipaiokan dan dipatidokan.


II. Refleksi
Minangkabau, sebagai bagian tak terpisahkan dengan Tanah Air Indonesia, mengalami pasang naik dan surut kehidupan berbangsa dan bernegara sejak zaman klasik, penjajahan Belanda, era pergerakan nasional, penjajahan Jepang, alam kemerdekaan awal, masa Orde Lama, masa Orde baru dan sekarang Orde Reformasi (1978-2004). Yang paling khas di dalam kehidupan pemerintahan, kenegaraan dan kebangsaan itu bagi Minangkabau adalah peristiwa PRRI (1957-1960). Peristiwa ini oleh sebagian besar kalangan masyarakat Minangkabau baik yang di kampung maupun di rantau membekas sebagai trauma. Trauma itu membuat masyarakat Minangkabau tertekan secara psikologis. Keadaan itu berjalan di sisa masa akhir Orde Lama. Pada masas ini kepemimpinan dan kebijakan publik dinomisasi oleh kaum komunis dan nasionalis serta kaum agama tradisionalis yang disebut Nasakom yang pada intinya semuanya terpusat kepada Soekarno.
Pasca rezim Soekarno, setelah pembunuhan Jenderal tahun 1965, lahirlah Orde Baru atau pemerintahan Soharto. Pada masa awal era ini masyarakat Minangkabau mulai merehabilitir diri. Pada waktu ini Sumatara Barat dipimpin seorang Gubernur Sipil Harun Zain yang memerintah dengan motto : Mambangkik Batang Tarandam. Pada dasarnya era ini situasi Minangkabau yang porak-poranda dilanda perang saudara dengan pemerintah pusat sebelumnya, hendak diperbaiki. Minangkabau mengembalikan harga diri dan martabat. [3]
Era klasik dan masa pergerakan nasional yang telah diisi oleh perjuangan tokoh-tokoh Islam dan nasionalis Minangkbau ingin dijadikan motivasi ulang untuk kejayaan. Tuanku Imam Bonjol, Siti Manggopoh, Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Syekh Jalaludin al-Falaki al-Azhari, Dr. Syekh Abdul Karim Amarullah (Inyiek Rasul) , Dr. Syekh Abdullah Ahmad, Syekh Moh. Jamil Jambek atau Inyiak Jambek, Inyiek Musa Parabek, Inyiek Sulaiman Al-Rasuli, Rahmah El-Yunusiah, Zainuddin Labai el-Yunisy, Agus Salim, Rasuna Said, Duski Samad, Hatta, Natsir, HAMKA, Sutan Syahrir, Moh. Yamin dan deratan tokoh besar bangsa yang sebelumnya telah mengharumkan nama Minangkabau di pelataran nasional, kembali ditoleh sebagai motivasi kemajuan.
III. Peranan Alumni Timur Tengah
Di akhir 60-an dan awal 70-an ada dua alumnus Univeristas Al-Azhar, Kairo dan Timur Tengah yang amat sentral peranannya di dalam kehidupan keagamaan dan sosial pendidikan di Minangkabau. Meraka adalah Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, H. Baharuddin Syarif, MA. Dan mantan Dubes RI di Irak. HMD Dt. Palimo Kayo.
Dua yang pertama berjasa mengembangkan pendidikan tinggi Islam IAIN Imam Bonjol yang kedua berjasa membangun harga diri keagaamaan Minangkabau sebagai Ketua MUI pertama di Sumatera Barat dan benteng umat Islam dalam menghadapi propaganda Kristen di Minangkabau.
Palimo Kayo bersama Moh. Natsir dari DDII Pusat amat berjasa di dalam mengembangkan dakwah Islam terutama menghadapi misi Kristen itu di Sumbar dengan mendirikan Rumah Sakit Islam Ibnu Sina dan Sekolah Tinggi Akademi Agama dan Bahasa Arab (AKABAH) di Bukittinggi pada 1970-an awal. Ibnu Sina kini ada pada beberapa kota dan daerah di Sumbar[4] sedangkan AKABAH akhir-akhir ini tidak ada yang mengurus.
Dewasa ini alumni Timur Tengah yang berasal dari beberapa universitas di Mesir, Marokko, Saudi Arabia, Libya dan Syiria ada sekita 30-an orang. Yang paling dominan adalah dari Kairo baik Universitas Azhar maupun yang lain. Secara fungsional banyak yang mengabdi di bidang pendidikan dan dakwah. Rektor IAIN Imam Bonjol Prof. Dr. Maidir Harun dan Ketua MUI Sumbar Prof. Dr. Nasrun Harun agaknya di antara mereka yang berada pada posisi puncak institusi formal dan sosial dewasa ini. Selain mereka banyak yang mengajar di beberapa perguruan tinggi, pesantren, madrasah dan aktivis muballig di Sumbar. Sebagian di antara mereka ada yang menjadi pegawai negeri dan sebagian lain tetap swasta. Beberapa di antara mereka ada yang menamatkan sampai S3 di Timur Tengah, tetapi kebanyakan hanya sampai S1 (Lc) dan S2 (MA). Mereka yang tersebut terakhir ini banyak pula yang meneruskan kuliah strata berikutnya di Indonesia sampai jenjang paling tinggi. Secara individual mereka sangat berperanan di dalam kehidupan sisoal kemasyarakatan, pendidikan, dakwah dan keumatan secara umum. Menurut Dr. Eka Putra Warman, MA, Ketua Yayasan HIMAKA dalam waktu dekat akan diadakan konsolidasi para alumni ini.

IV. Organisasi Islam dan Pendidikan

Bersama masuknya pengaruh kemajuan pada awal abad ke-20 ke Indonesia, Minangkabau merupakan pintu gerbang utama . Menurut Korver (1985) dan Noer (1980) paling tidak ada 3 jalur utama masuknya pembaharuan pemikiran Islam ke Indonesia dari Timur Tengah. Ketiganya adalah melalui masyarakat Indonesia keturunan Arab; tokoh-tokoh modernis Islam Minangkabau; dan organisasi Islam modern dan tradisional seperti Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama dan Tarbiyah Islamiyah.
Khusus untuk Minangkabau organisasi Islam yang dominan di tengah masyarakat di perkotaan dan pedesaan adalah Muhammadiyah[5], Tarbiyah Islamiyah[6] dan Jama’ah Tariqat, baik Syatariyah maupun Naqsyabandiyah. Dua yang pertama di samping merupakan jam’iah, persyarikatan sosial kemasyarakatan juga mempunyai amal usaha di berbagai bidang.. Muhamamdiyah mempunyai 291 instalasi pendidikan dari Taman Kanak-kanak, SD, Ibtidaiyah, Pesantren, SMA, SMP, Tsanawiyah , Aliyah dan Universitas Muhammadiyah Sumbar dengan 6 Fakultas dengan program D3, S1 dan Pascasarjana serta Akademi perawat.[7] Pusat pendidikan Islam Muhammadiyah yang akhir tahun 70-an disebut Pesantren terbesar adalah di Kauman Padang Panjang, Al-Kautsra 50 Kota, Muallimin di Sawahg Dangka Agam dan Muaalimin di Lintau dan Batu sangkar serta di Ujung Gading Pasaman Barat. Sementara Tarbiyah Islamiyah, mempunyai puluhan madrasah dengan pusatnya natra lain di Ampek Angkek Canduang serta Batu Hampar Payaukumbuh.
Di samping Muhammadiyah dan Tarbiyah ada lembaga pendidikan independen yang cukup punya nama dan sudah dianggap berjasa di dalam meningkatkan SDM angkatan muda Islam Minangkabau, khususnya dan Indonesia umumnya seperti Thawalib di Padang Panjang dan Parabek, serta Diniyah Putri Padang Panjang. Sejak tahun 1990-an lair pula Madrasah atau Pesantren moderen Nurul Ikhlas dan Serambi Mekkah di Padang Panjang serta Pondok Pesantren Moderen Terpadu Prof. Dr. HAMKA di Duku Padang Pariaman. Namun kalau dilihat dari ciri orientasi pemikiran kemoderen dan keislaman, serta tokoh-tokoh pengelolanya, mereka semua termasuk warga persyarikatan Muhammadiyah. Walaupun secara organisatopris mereka tidak terikat dengan Muhammayah.
Akan halnya Tariqat Syatariyah dan Nasqsyabandiyah, merupakan kumpulan jam’ah yang ada beberapa nagari di Pariaman, Pasaman, Agam, 50 Kota, Pesisir Selatan, Sawahlunto Sijunjung dan sebagian Tanah Datar. Koto Tuo, sebuah nagari di Agam di pinggiran jalan arah ke Maninjau dari Bukittinggi ada surau utamanya yang merupakan basis Syataruyah untuk Sumbar, Riau dan Jambi. Nagari Ulakan di Pariaman merupakan tempat ziarah utama kaum Syatariyah sebagai tempat makam Syekh Burhanuddin yang dianggap pembawa awal tariqat ini ke umbar dari Aceh pada awal abad ke-17. Jama’ah tariqat ini tidak menggarap lembaga pendidikan formal seperti Muhammadiyah dan Tarbiyah, tetapi memfokuskan diri kepada pembinaan jama’ah dan kelompok zikir, pengajian dan wirid-wirid serta bimbingan kerohanian.
Sebagian di antara mereka yang tadinya melakukan zikir dan kegiatan jama’ah secara tertutup atau semi tertutup khusus bagi jama’ah mereka sendiri, belakangan ada fenomena baru. Sebagian di antara mereka ada yang sudah menjadikan halaqah zikir itu sebagai kegiatan publik. Ini tampaknya dapat dikatakan sebagai lanjutan perkembangan dari pola di Jawa seperti kelompok zikir Ustazd Ilham dan lain-lain. Seorang anak muda, keluaran Madrasah Tarbiyah Islamiyah Candung, Boy Lestari Dt Palindih, akhir-akhir ini melalui Yayasan Zikir al-Ikhlas, giat melakukan bimbingan zikir massal. Ia dibantu oleh dua orang anak muda Dr. Salmadanis, M.Ag dan Dr. Duski Smad, M.Ag. Ketiga mereka mengaku sebagai aktivis angkatan muda Tarbiyah Islamiyah.

IV. Isyu Aktual

Perda No. 11 Th 2001 tentang Anti Ma’shiat. Intinya adalah pelarangan pelacuran , perjudian dan minuman keras di wilayah daerah Provinsi Sumatra Barat.

Perda No. 9 Th. 2001 tentang Pemerintahan Nagari. Intinya adalah bahwa tingkat pemerintahan terendah di Sumbar yang pada tahun 1979 dari Desa menjadi kembali ke Nagari. Dasar kehidupan nagari adalah Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Di setiap nagari di samping ada pemerintahan nagari sebagai eksekutif ada lembaga Adat dan Syara’ Nagari, ada pula Badan Musyawarah Anak Nagari atau Badan Perwakilan Anak Nagari.


Pemurtadan atau Kristenisasi. Pada tahun 1970-an upaya pemurtadan melalui usaha sosial dan kesehtan di antaranya mendirikan rumah sakit Baptis Imanuel di Bukittingi. Hal itu dapat ditolak oleh masyarakat Minangkabau melalui perjuangan sengit dipimpin HMD Dt. Palimo Kayo dan Dr. Moh. Natsir. M. Natsir dan Palimo Kayo mendirikan RS Ibu Sina. RS Imanuel diambil alih oleh Pemerintah Daerah dengan mengubah nama dan status, sekarang menjadi RS Pusat Pengendalian Stroke.

Paling akhir isyu pemurtadan ini adalah melalui rayuan kepada generasi muda terutama wanita muda. Ada beberapa pasangan yang kawin antar agama. Pada mulanya yang laki-laki masuk Islam, kemudian kembali murtad. Lalu ia memurtadkan isterinya. Modus lain menculik seperti kasus Wawah yang heboh 3 tahun lalu. Belakangan ada kasus hipnotis dan memasukkan jin syetan sehingga beberapa mahasiswa di UNAND dan IAIN ditenggarai dirasuki oleh Jin dan syetan tersebut sampai kesurupan dengan menyebut Tuhan Yesus dan sebagainya. Pada 9 Juni lalu dihebohkan lagi oleh penemuan al-Qur’an yang kulit penjilidannya berlapis tulisan injil. Kasus itu sekarang sedang di dalam langkah-langkah penyelidikan dan upaya hukum.


Pada dasarnya modus operandi pemurtadan itu dalam beberapa dekade terkahir ini dapat dikategorikan kepada cara-cara sebagai berikut:
(1) Rayuan terhadap gadis Minang oleh laki-laki Salibi, dikawini dan dimurtadkan.
(2) Assimilasi melalui program transmigrasi.
(3) Pendirian Rumah Ibadah di komunitas muslim, lalu untuk kelihatan ramai pelaksanaan ibadah di tempat itu, mereka mengundang jemaat Kristen dari kota lain di Sumbar dan Provinsi Tetangga.
(4) Menyebarkan tulisan dalam Bahasa Minang dengan isi ajaran Kristiani.
(5) Penyebaran Injil berbahasa Minang.
(6) Operasi simpatik, seperti kegiatan LSM yang sangat gandrung mendiskusikan persoalan toleransi dan pluralitas yang pada pada dasarnya memberi peluang kepada penganut agama lain berkomunikasi secara intensif dengan generasi muda Islam.
(7) Memberi perhatian dan mengorganisasikan orang miskin dan anak jalanan serta pencandu narkotika untuk direhabilitasi, kemudian dimurtad kan. Hal yang terakhir ini masih bersifat rahasia dan pelaksanaanya dibawa keluar Sumbar.


Padang, 13 July 2004
[1] Wacana disampaikan dalam Seminar dan Silaturrahim keluarga Kesepakatan Mahasiswa Minangkabau (KMM) Republik Arab Mesir, Kairo, Juli 2004 .
[2] Drs. H. Shofwan Karim Elha, MA adalah Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah
[3] Berturut-turut Gubernur Sumbar setelah itu adalah Ir. H. Azwar Anas Dt. Rajo Sulaiman, Ltejen. Purnawirwan (1977-1987). Drs. H. Hasan Basri Durin Dt. Rky Mulie Nan Kuniang (1997-1997). H. Mukhlis Ibrahim, Brigjen Purnawirawan ( 1997-1999). Pejabat Gubernur H. Dunija, Brigjen Purnawirwan (1999-2000). Kini adalah H. Zaibal Bakar , SH (2000-2005).
[4] Bukittinggi, Padang, Simpang Ampek Pasaman Barat, Payakumbuh dan Padang Panjang.
[5] Muhammadiyah yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan dan kawan-kawan di Yogyakarta tahun 1912 masuk ke Minangkabau dibawa oleh Dr. Abdul Karim Amarullah pada th. 1925. Organisasi ini sejakan dengan organisasi yang ide dasarnya ada kemiripan dengan Sendi Aman Tiang Selamat di Maninjau. Setelah Muhammadiyah masuk, Sendi Aman seakn melebur ke persyarikatan ini.
[6] Tarbiyah Islamiyah lahir pada tahun 1928 yang diprakarsai oleh antara lain Inyiek Canduang Syekh Sulaiman Al-Rasuli.
[7] Selanjutnya lihat Profil Muhammadiyah Sumbar terlampir।


[1] Wacana disampaikan dalam Seminar dan Silaturrahim keluarga Kesepakatan Mahasiswa Minangkabau (KMM) Republik Arab Mesir, Kairo, Juli 2004 .
[1] Drs। H। Shofwan Karim Elha, MA adalah Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah [1] Berturut-turut Gubernur Sumbar setelah [1] Berturut-turut Gubernur Sumbar setelah itu adalah Ir. H. Azwar Anas Dt. Rajo Sulaiman, Ltejen. Purnawirwan (1977-1987). Drs. H. Hasan Basri Durin Dt. Rky Mulie Nan Kuniang (1997-1997). H. Mukhlis Ibrahim, Brigjen Purnawirawan ( 1997-1999). Pejabat Gubernur H. Dunija, Brigjen Purnawirwan (1999-2000). Kini adalah H. Zaibal Bakar , SH (2000-2005).
[1] Bukittinggi, Padang, Simpang Ampek Pasaman Barat, Payakumbuh dan Padang Panjang.[1] Muhammadiyah

Comments

Popular posts from this blog

Otonomi dan Perjuangan Pribumi Indian di Amerika

Cerita Di Balik Munculnya Usulan Jokowi Tiga Periode

Sufyarma Sahabat Abadi: Ligat, Liek, Tegas dan Santun