Catatan IVLP 2005: Berita Media dan Sahabat Karib
![]() |
Bersahabat sejak 2001. Bersama LP di sebuah Resto Seattle, Juni 2005 di Seattle. (Dok Pri) |
![]() |
Peserta 17 Negara IVLP 2015 di depan US Capitol, Wash, D.C. Foto Dok |
Masjif al-Idrisi, Seattle, WA. Foto SK
Oleh Shofwan Karim
(Alumni International Visitor Leadership Program-IVLP , USA , 2005; Ketua PWM Sumbar 2000-2005; 2015-2022 ; Pj. Rektor 2001, 2004-2005 dan Rektor 2006-2013 UMSB dan kini Dosen Passasarjana UM Sumbar)
Masjid & Islamic Center Washington, D.C.Foto SK
Membaca berita di detik.com tentang tuduhan
seorang analis dari Universitas Airlangga bahwa AS ikut campur tangan dalam
ledakan Bom di Pasar Tantena, Poso, Sulawesi Tengah, Sabtu (28/5/2005) kemarin,
membuat kami terpurangah-kaget.
Hal itu menjadi bahan diskusi kami malam
ini dengan teman saya LP Jeter di rumahnya kawasan Capitol Hill, Residential District Seattle,
negara bagian Washington, belahan barat Amerika.
Saya tertawa membaca tulisan itu. Tetapi teman saya menyela, “yah, anda tertawa, tetapi kami di sini merasa terhina. Apa perlunya Amerika ikut campur urusan dalam negeri orang, katanya. Jadi, itu tidak benar Amerika ikut-ikutan soal bom atau apa di Indonesia “, katanya.
Daripada bertengkar pula akibat virtual news di detik.com itu, maka kami pindah ke pembicaraan lain.
Persahabatan Lintas Benua
![]() | ||||
Menuju sebuah pulau di Seattle untuk menonton pertunjukan budaya pribumi . Foto Dok Pri |
![]() |
Delapan di antara 17 peserta IVLP 2005 (kiri ke kanan) Belarus, Afrika Selatan, Costarica, Pakistan, Aljazair, Palestina, Thailand dan Indonesia. Foto Dok |
Peserta IVLP dari Filipina, Nigeria, Tanzania, Kamerun dan Indoensia di antara warga Senior Citizen Home, Birmingham, Alabama, USA, 17 Mei 2005. Foto: Dok Pri.
LP dan saya membalik kembali persahabatan yang telah tumbuh sejak 4 tahun lalu (2021). Persahabatan lintas bangsa dan benua ini agak lucu. Bermula dari seorang bule yang bingung di lantai 3 sebuah plaza di Bandung .
Baca Juga : Selincam Pengalaman
Ini salah satu contoh saja di antara banyak sahabat
keluarga kami di lima benua. Beberapa ada di Kanada, belahan Amerika yang
lain, di Mesir, di Maroko, di Belanda, di Prancis, di Saudi Arabia, di UK, di
Tiongkok, Hongkong, Taiwan, Australia, negara-negara Asean dan Jepang.
Banyak sahabat karib kami di hampir seluruh Pronvinsi Tanah Air. Dari Aceh hingga Papua. Ini lantaran, antara lain karena masa muda, dan tua kami sering ikut dalam kegiatan berbagai iven dalam waktu singkat, menengah dan panjang di berbagai belahan dunia.
Aktif menghadiri berbagai helat organisasi nasional dan internasional. Perkumpulan alumni berbagai program. Di antaranya organisasi yang berafilasi agama, politik, kepemudaan, mahasiswa, hubungan internasional, NGO, bisnis dan dunia akademik.
Perkenalan dengan LP tak disangka-sangka. Waktu itu, November 2001, Si Kulit Putih ini kehilangan kata untuk menerangkan bahwa ia perlu aktifkan telepon cellular yang dia bawa dari Amerika.
Pedagang di konter HP sekaligus retail pulsa pra-bayar itu juga tak tahu apa yang akan dikatakan kepada lelaki di atas 50-an tahun itu. Istilah rooming, belum wacana bisa pada dekade awal abad ke-21 ini. Apa lagi belum ada WA, dan media sosial FB, Instagram dan lainnya masa itu.
Kebetulan saya juga sedang mencari telepon genggam alias HP seken untuk putri yang kuliah di Bandung. Melihat komunikasi yang morat-marit itu saya datang membantu. Akhirnya saya sarankan kepada lelaki itu mengganti kartu Amerikanya dengan kartu pra bayar Indonesia. Itulah yang dilakukannya.
Kemudian kami saling tukar alamat. Tumbuhlah persahabatan antara kami. Setiap tahun bila datang ke Indonesia, LP Jeter pasti mampir ke Padang dan tinggal di rumah saya selang, 2 sampai 3 hari untuk melanjutkan perjalanannya ke tempat yang ia suka di Indonesia atau ke negara lain.
Kadang-kadang saya ajak LP keliling Sumbar dan mampir di rumah kakak Isteri di Payakumbuh dan bermalam di sana . Bahkan LP sempat bertemu dengan almarhumah mertua saya yang wafat 17 Mei 2005 lalu ketika saya dan sampai sekarang (waktu menulis narasi ini) masih di Amerika. LP menahan saya seminggu di rumahnya.
Ia perkenalkan saya dengan anak dan menantu serta satu cucunya. Ada lagi satu putrinya yang masih lajang. Mereka tinggal lain rumah tetapi masih satu Kawasan Capitol Hill di Seattle.
Shofwan (dua dari kiri) bersama 3 orang peserta IVLP 2005 dari kawasan Afrika. Foto Dok Pri.
Komunitas Pensiunan Boeing
Walaupun program kunjungan kepemimpinan Internasional (IVLP) dengan peserta masing-masing 1 dari 17 negara ini, ditutup Kamis (26/5/2005), saya diminta LP untuk sepekan ini menjadi tamunya.
Kemarin kami dinner di sebuah restoran praktik masak mahasiswa jurusan tata boga The Art Institute of Seattle di bibir pantai.
Ada 5 keluarga kerabat LP dari perusahaan pembuat kapal terbang Boeing yang sungkah malam itu bersama kami. Di antaranya isteri Bob, teman LP berasal dari Palembang .
Ibu Cia, begitu ia dipanggil, antusias bercakap-cakap tentang Palembang , Jakarta dan berkisah tentang pernikahannya dengan karyawan Boeing teman LP ini.
Kalau Bob sudah pensiun, ia mengajak Cia untuk tinggal di Indonesia. Oleh karena itu, Cia sudah berunding dengan Bob tidak akan mengganti kewarganegaraannya.
Lain lagi ibu Gloria dan suaminya Paul. Ketika saya tanya tentang kehidupan beragama di Seattle, maka ia mengeluarkan data.
Menurut survey terakhir, penduduk Seattle yang sekitar 3 juta setengah (2005) termasuk kota-kota satelit sekitarnya, hanya 14 persen yang menjalankan ajaran ritual ibadah agamanya.
Akan tetapi ketika saya katakan bahwa tadi siang saya shalat Jum’at di Masjid Sheikh Idris di belahan North East Seattle, jamaahnya sekitar 2 ratus orang, maka dia tidak kaget.
“Yang kita maksud 14 persen itu adalah orang-orang Katholik, Keristen dan berbagai sekte yang ke Gereja”, kata Pak Paul, suami ibu Gloria. Ibu Gloria ingin sekali ke Indonesia , tetapi belum ada waktu, katanya.
Ibu ini banyak bertanya soal-soal kebudayaan, tradisi, suku, bahasa dan dialek lokal yang ada di Indonesia.
Kembali ke LP Jeter. Dulu menikah dengan ibunya si kembar Melisa dan Stephanie dua putrinya yang di sebut di atas tadi.
Mereka divorce ketika dua permata hati itu masih kanak-kanak. Masa itu, LP sedang bertugas di Indonesia mewakili Boeing yang bekerjasama dengan IPTN Bandung di Zaman Habibie Menteri Ristek dan Kepala BPPT. Kedua buah hatinya itu pernah dibawanya ke Indonesia.
Kala itu mungkin karena menduda, LP kecantol dengan Mojang Pariangan Bandung. Mereka menikah. Namun belakangan pisah-cerai resmi lagi. Yang Perempuan minta pisah. Padahal perempuan itu dibawanya ke Amerika dan hidup bersamanya di Seattle serta memperoleh kartu landed immigrant alias green card ikut suami.
“Sekarang ke mana ibu itu”, tanya saya. “ Menikah dengan orang lain”, jawabnya pendek. Saya berhenti sampai di situ. Tak enak menyinggung perasaannya. Tetapi ia sempat memperlihatkan beberapa foto mantannya. Lalu di depan saya dibuangnya ke Tong Sampah. Dalam hati saya, rupanya teman baikku ini kesal juga meski sudah sekian tahun.
Oleh karena merasa sahabat-karib, saya tak
segan berkata. “Bagaimana kalau you menikah lagi dengan wanita
Indonesia? “ Sepontan ia jawab, “sedang saya pikirkan”. Belakangan, setelah tulisan ini diedit ulang,
kira-kira tahun 2017 dengan bangga LP memperlihatkan foto pernikahannya yang
ke-3.
Waktu itu, seperti tahun-tahun sebelumnya, ia kontrak rumah di Bandung untuk 3-4 bulan. Foto itu dipajang di ruang tamu. Kadang-kadang LP kontrak Hotel Oman VVIP Room.
Isteri barunya ini dari Medan dan belakangan dibawanya ke Seattle. Sampai beberapa waktu saya sempat bicara by call dengan ibu yang punya beberapa anak dengan suaminya terdahulu. Di antara anaknya ada 2 orang yang juga menetap di Amerika sebelum pernikahannya dengan LP.
Kembali ke tahun 2005. Teman saya LP ini, sejak berpisah dengan isterinya wanita Indonesia terdahulu, sekian tahun lalu ia tinggal sendirian di rumahnya berlantai tiga plus basement ini.
“Berapa harga rumah ini ?” tanya saya. LP pura-pura lupa. “Rumah yang di depan, baru dibeli orang harganya 850 ribu dollar” ( lebih sedikit 8 milyar rupiah, ekivalen 2005).
“Jadi kira-kira sajalah berapa harga rumah ini saya beli tahun 1980-an ”, katanya. Putri kembarnya Stephanie masih lajang dan Melissa sudah menikah. Melissa punya dua anak laki-laki Jadi saya sudah kakek, kata LP.
Pria bersemangat ini dalam setahun hanya 6 bulan mendiami rumahdi Seattle. Selebihnya ia mengembara di luar negeri. Biaya hidup 6 bulan di Asia , katanya hanya separuh biaya hidup waktu yang sama di Seattle. Artinya biaya hidup di Seattle dua kali lipat dibandingkan hidup di Asia.
LP minta pensiun muda dari Boeing. “Mengapa”, kata saya. “Kedua orant tua tiba-tiba wafat”. Saudara laki-laki tak mau urus harta warisannya. LP konsentrasi mengurus itu. Baik warisan di Washington maupun di State lain. Ia harus didampingi akuntan dan pengacara keluarga untuk urusan itu. Untuk konsentrasi urusan ini, ia minta pensiun dipercepart. Urusan itu baru selesai 2 tahun kemudian.
Setelah itu LP menekuni hobbynya lari marathon dunia. Ia aktif di berbagai iven marathon di berbagai negara dan beberapa kali di Bali, Bandung, Jakarta, Surabaya dan Medan.
Baca juga: Catatan IVLP: Persahabatan Lintas Benua
Hobby yang lain bersosialisasi dengan komunitas pecinta minuman anggur. Di basement rumahnya penuh dengan barel dan tong anggur. Semakin tua usia anggur itu semakin mahal nilainya. Dan katanya juga semakin nikmat. Ia menunjukkan satu barrel anggur yang sudah berusia 150 tahun. Ia nikimati sedikit demi sedikit. Bisanya sambil mengajak komunitasnya di teras dan palanta rumahnya sambil bakar ikan dan daging “barbercue”. (*) shofwan.karim@hotmail.com Cerita IVLP dan beberapa episodenya pernah tayang bersambung di Harian Singgalang pada Mei dan Juni 2005.
Kutipan dari AI Gemini 21/3/2025.
Program International Visitor Leadership Program (IVLP) mencapai tujuannya melalui pendekatan yang terstruktur dan beragam, seperti:
1. **Pertukaran Profesional**: Peserta diundang untuk bertemu dengan rekan-rekan profesional di Amerika Serikat, berbagi pengalaman, dan belajar dari praktik terbaik di bidang mereka.
2. **Kunjungan ke Institusi Penting**: Peserta mengunjungi berbagai institusi, seperti lembaga pemerintah, organisasi non-profit, universitas, dan media, untuk memahami sistem dan budaya kerja di AS.
3. **Diskusi dan Lokakarya**: Program ini mencakup diskusi mendalam dan lokakarya yang dirancang untuk membahas isu-isu global dan lokal yang relevan dengan peserta.
4. **Pengalaman Budaya**: Peserta diperkenalkan pada budaya, tradisi, dan masyarakat Amerika Serikat untuk memperkuat pemahaman lintas budaya.
5. **Jaringan Global**: Program ini mendorong peserta untuk membangun hubungan jangka panjang dengan sesama peserta dan alumni IVLP dari seluruh dunia.
Pendekatan ini memungkinkan peserta untuk mendapatkan wawasan mendalam, memperluas jaringan, dan membawa kembali pengetahuan serta pengalaman yang dapat diterapkan di komunitas mereka. Apakah Anda tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang pengalaman alumni IVLP? Klik ini
https://exchanges.state.gov/non-us/program/international-visitor-leadership-program-ivlp
Comments